Tag Archives: ibroh

Q&A : CARA MENGHILANGKAN HASAD DALAM HATI

🇹 🇷 🇦 🇳 🇸 🇰 🇷 🇮 🇵

╔═════════════╗
Question Answer Audio 🎙
╚═════════════╝

CARA MENGHILANGKAN HASAD DALAM HATI

📝 PERTANYAAN :

Assalamu’alaikum ustadz

Saya mau bertanya apakah rasa kesal cenderung benci yang disebabkan karena pernah disakiti secara lisan dan dikhianati oleh teman, termasuk hasad?

Lalu bagaimana cara menghilangkan nya dari dalam hati, berusaha mengikhlaskannya?
Adakah amalan yang bisa membersihkan hati dan pikiran dari dengki dan hasad?

Syukron jazaakallahu khoir ustadz

➖➖➖➖➖

📑 JAWABAN :

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh.

🔴 Yang Pertama

Di dalam kajian terakhir kita beberapa waktu lalu tentang HADITS ARBA’IN NAWAWI – Hadits ke-35, dimana Nabi ﷺ mengatakan,
(ولاَ تَحَاسَدُوْا)

Janganlah kalian saling hasad, saling dengki.

Di situ dijelaskan bahwasanya makna daripada hasad adalah:
Apabila seseorang itu membenci kenikmatan yang Allah berikan kepada orang lain dan dia mengharapkan kenikmatan itu hilang darinya.

Misalnya kita lihat ada orang yang mendapatkan nikmat dari Allah baik itu nikmat duniawi ataupun nikmat yang bersifat dīniyyah. Nikmat duniawi seperti mendapatkan tambahan harta, melahirkan seorang anak, dia habis dipromosikan untuk naik jabatan. Melihat hal demikian itu kemudian kita marah, hati kita panas, kita pun iri… Kita tidak suka melihat dia senang dan kita ingin supaya dia malah mendapatkan celaka sehingga nikmatnya hilang. Seperti ini disebut hasad.

Hasad termasuk penyakit hati paling berbahaya.

Ketika ada orang yang kita tidak suka dengan dia, kemudian orang ini berubah jadi orang baik, berubah jadi orang shalih, kemudian dia belajar dan semakin bertambah ilmunya. Melihat hal itu kita bukannya senang tapi kita malah tidak senang melihat orang tersebut menjadi orang baik. Ini adalah hasad yang lebih buruk lagi.

Hasad itu kuncinya ialah kita membenci nikmat yang Allah anugerahkan kepada orang lain dan kita menginginkan kenikmatan itu hilang darinya.

Kalau kita benci lantaran disakiti atau dikhianati maka ini adalah suatu hal yang bersifat manusiawi.

Manusia itu Allah berikan perasaan emosi sehingga ketika seseorang melihat sesuatu yang menyedihkan maka dia akan sedih, ketika melihat sesuatu yang membahagiakan maka dia akan bahagia, ketika melihat sesuatu yang lucu maka dia akan tertawa, ketika melihat sesuatu yang tidak dia sukai maka dia akan membencinya.

Benci itu ada dua, yaitu:
1). Benci yang diperbolehkan bahkan diharuskan. Yaitu apabila kita membenci dengan sesuatu yang Allah beserta Rasul-Nya benci, maka kita pun harus membencinya. Seperti membenci terhadap kesyirikan, kebid’ahan, kemaksiatan, dan keburukan.

2). Benci yang berasal dari perasaan kita, dari emosi kita. Ini adalah sesuatu hal yang tidak bisa ditolak manusia dan hukum asalnya mubah. Bisa menjadi haram dan di sisi lain bisa menjadi pahala apabila kebencian itu karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Misalnya kalau kita dizalimi, dikhianati, disikapi dengan perbuatan yang buruk oleh orang yang kita kenal, sehingga kita marah dan membenci dia, maka ini adalah suatu hal yang manusiawi.

Ketika kita dizalimi oleh orang lain, kemudian muncul perasaan benci dari kita, maka yang paling utama adalah kita memaafkannya dan tidak boleh kita membalas kezaliman dengan kezaliman yang lain.

Misalnya kita dimaki-maki dengan ucapan jelek, maka hendaknya kita tidak membalas dengan makian karena ini adalah termasuk akhlak yang tidak baik.

Orang yang mudah memaafkan meskipun berat, ketika dihina, dicemooh dan membuat kita marah bahkan terkadang kita menjadi dendam, namun ketika kita berusaha untuk bersabar dan memberikan maaf, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pemberian maafnya ini. Ini dianggap sebagai amalan yang akan Allah ganjar, sebagaimana yang terdapat dalam surat Asy-Syura ayat 40 berbunyi,

(فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ)

“… Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”

Juga di dalam surat Fushshilat ayat 34-35 yang berbunyi,

(وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.

Misalnya kita punya kenalan yang suka menghujat, menghina, dan sebagainya, maka orang seperti ini kita jauhi. Kita berusaha berbuat baik dengan dia secara wajar saja, seperti ketika bertemu kita salami, kita berikan senyum, kita berusaha untuk berbuat baik dengannya, bersabar ketika bertemu dengannya kita dihujat dan dicela.

Akhlaknya orang-orang terpuji sebagai hamba-hamba Allah yang Ar-Rahman (yaitu ’Ibādurrahmān ), kata Allah,

(وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا)

(‘Ibādurrahmān)” itu apabila orang-orang bodoh/pandir memanggil mereka dengan celaan maka (‘Ibādurrahmān) membalas dengan ucapan yang baik, dengan ucapan yang penuh keselamatan.
(QS. al-Furqan: 63)

Ketika kita bertemu dengan orang-orang pandir yang hobi mencela maka langsung saja kita berikan salam, “Assalamu’alaikum,” kemudian kita tinggalkan. Tidak perlu kita mengurusi dia.

Ibunda ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anhā ketika mensifati Nabi ﷺ bahwasanya Nabi itu tidak pernah marah sedikitpun meskipun beliau dihina, dicaci maki. Tetapi jika hak Allah subhanahu wa ta’ala diambil, maka tidak ada manusia yang lebih marah dibandingkan Rasulullah ﷺ.

Apabila kita dihina, dicaci, dicemooh maka kita biarkan saja. Kita berdoa semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita ketika kita dicaci maki.

Di dalam hadits, Nabi ﷺ menyebutkan bahwa jika ada seseorang yang mendiskreditkanmu, (menghinamu, mencercamu, mempermalukanmu) dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka kata Nabi ﷺ,

«فلا تُعَيِّرْه بما تعلمُ فيه»

Maka janganlah kamu membalasnya dengan sesuatu yang kamu tahu ada pada dirinya.
(Diriwayatkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no.7309).

Maksudnya bahwa jangan membalas ketika kita tahu yang mencerca ini punya aib juga kemudian kita balas dan kita bongkar aibnya.

Lalu Nabi ﷺ berkata,

«فإنَّما وبالُ ذلكَ عليْهِ»

Karena sesungguhnya biarkanlah akibat atau dampak perbuatan itu dia sendiri yang menanggung perbuatan buruknya.”
(Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no.7309).

Jadi untuk menghilangkan perasaan marah kita yang ada di dalam hati ketika disakiti adalah kita berusaha untuk memaafkan, memakluminya dan menasihatinya, karena bisa jadi dia tidak tahu tentang keadaan kita, atau bisa jadi dia memang dilanda hasad.

Karena orang yang hasad dia akan berusaha menyakiti orang lain yang dia menaruh hasad padanya.

🔴 BAGAIMANA CARA MENGIKHLASKANNYA?

Kita harus menyakini bahwasanya,
”كَــلَامُ النَّــاسِ لَا يَنْتَهِــي“

Ucapan manusia itu tidak ada ujungnya

Biarkan mereka berkoar dan berkata buruk mengenai kita.

Yang menjadi ibroh atau acuan kita adalah pandangan Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita, bukan ucapan mereka. Ini yang akan melahirkan keikhlasan hati sehingga kita akan menjadi pribadi yang tangguh, pribadi yang kokoh, dan kita tidak akan menjadi surut lantaran ucapan-ucapan jelek mereka. Bahkan ini merupakan karakter THAIFAH MANSHURAH (kelompok yang Allah berikan pertolongan), yaitu nama lain dari AHLUSUNNAH.

Nabi ﷺ berkata,

«لا تزال طائفة من أمتي..»
Akan senantiasa ada sekelompok umat dari umatku,”

«ظاهرين على الحق»
yang menampakkan kebenaran,”

«حتى تقوم الساعة»
sampai hari kiamat tegak,”

«لا يضرهم من خذلهم»
tidak akan mempengaruhi mereka, orang-orang yang menghinakan mereka,”

«و هم على ذلك / كذلك»
mereka akan terus demikian.”

Cercaan-cercaan dan makian-makian itu tidak akan memberikan madarat kepada kita.

🔴 AMALAN UNTUK MEMBERSIHKAN HATI DAN PIKIRAN DARI HASAD

Yang bisa kita lakukan untuk membersihkan hati dan pikiran kita dari dengki atau hasad adalah :

📌 Kita harus meyakini bahwasanya Allah Maha Adil.

📌 Mempelajari tauhid asma’ wash-shifat (belajar nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah yang indah dan mulia).

Ketika Allah memberikan karunia atau nikmat kepada orang lain maka itu adalah anugerah yang Allah berikan untuknya, dan ini adalah keputusan Allah untuknya.

Keputusan Allah adalah keputusan yang paling baik yang harus kita yakini dan imani. Sehingga kita tidak boleh menggugat keputusan Allah subhanahu wa ta’ala.

📌 Kita tidak boleh marah jika Allah memberi seseorang nikmat. Misalnya kita berkata, “Kenapa Allah kok ngasih dia nikmat?!”
Seperti ini tidak diperbolehkan, karena ini termasuk penyakit hatinya iblis.

📌 Harus banyak belajar, menuntut ilmu di majelis-majelis.

📌 Mencari sahabat-sahabat yang baik, sahabat yang shalih/shalihah.

📌 Menyibukkan diri dengan amalan yang bermanfaat.

📌 Membaca al-Qur’an al-Karim dan berusaha memahaminya.

Mudah-mudahan apa yang saya paparkan sedikit ini bisa memberikan jawabannya.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

••• ═════ ••• ═════ •••
Dijawab oleh :
🎙 Ustadz Abu Salma
Muhammad حفظه الله تعالى

Ditranskrip oleh :
Tim Transkrip AWWI
••• ═════ ••• ═════ •••

👥 WAG Al-Wasathiyah Wal-I’tidāl
✉ TG : https://bit.ly/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
‌🇫 FB : fb.com/wasathiyah
📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 IG : instagram.com/alwasathiyah
🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad

Q&A : BAGAIMANA HUKUM MENCERITAKAN MASA LALU DENGAN TUJUAN MEMBERI IBROH KEPADA ORANG LAIN ?

الوسطية والاعتدال

Question Answer – Audio 🔊

BAGAIMANA HUKUM MENCERITAKAN MASA LALU DENGAN TUJUAN MEMBERI IBROH KEPADA ORANG LAIN❓

Pertanyaan :
Assalamualaykum

Apakah boleh menceritakan masa lalu kita yang kelam
(Masa2 sebelum hijrah) agar orang2 mengambil ibroh dari cerita tersebut ?
Jazaakallahu khoyron

➖➖➖➖➖
Jawaban :
Wa’alaykumussalâm Warahmatullâhi Wabarakâtuh

Menceritakan masa lalu yang kelam adalah sebagaimana aib yang harus ditutupi. Allah سـبحانـه وتعـالى telah menutupinya dari orang lain. Apabila diceritakan kepada orang lain, maka aib tersebut akan terbongkar, maka ini tidak diperbolehkan. Misalnya aib zinanya seseorang, tidaklah boleh dibongkar aib tersebut jika Allah sudah menutupnya.
Namun, jika dimaksudkan untuk pembelajaran/Ibroh, ada perincian penting :

⏹1. Jika ada maslahat yg rajih (kuat), seperti halnya testimonial seorang peminum khamr atau pengguna narkoba, dia menceritakan testimoninya berupa bahayanya dan dampak negatifnya, lalu cara dan upayanya untuk berhenti sehingga dapat memotivasi dan memberikan solusi bagi penderita lain, maka yang demikian diperbolehkan.
Atau misalnya seorang mantan musisi/artis yang bercerita tentang kisah hidupnya agar teman/orang lain bisa rujuk dari musik, hijrah kepada Allah ﷻ. Maka hal ini juga diperbolehkan.
Namun kisah-kisah ini hendaknya tidak disampaikan ke khalayak umum dengan cara mengumbar aibnya. Hal ini tidak layak disampaikan.

⏹ 2. Bahwa penyampaian kisah tsb tidak perlu secara detail/eksplisit -jika itu berupa aib-. Hendaknya ia menggunakan metode narasi dengan menggunakan seolah-olah kisah tersebut terjadi pada pihak orang ketiga, bukan pada dirinya. Misalnya dia mengatakan : “Ada seorang pria, yang dia ingin sekali keluar dari jeratan keburukan.. dan seterusnya”
Hal ini harus dipertimbangkan agar tidak terjatuh kepada mengumbar aib yang sudah Allah tutupi dari pengetahuan orang lain/umum.
واللّٰـه أعـلم بـالصـواب

🗣Jawaban Q&A oleh Ustadz Abu Salma Muhammad Muhammad حفظه الله تعالى

🖊Ditranskrip secara ringkas oleh Ika Ummu Royyan ( Admin )

__________________

👥 Grup WhatsApp Al-Wasathiyah Wal-I’tidāl
✉ Telegram: https://bit.ly/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
‌🇫 Facebook : fb.com/wasathiyah
📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 Instagram : instagram.com/alwasathiyah
🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad