๐ซโ๐ฆโ๐ฎโ๐ฉโ๐ฆโ๐ญ
FAIDAH SEPUTAR BULAN SYA’BAN
-Bagian 7/10-
๐ https://t.me/alwasathiyah
WAKTU MENG-QODHO PUASA RAMADHAN
Ummul Muโminin ‘Aisyah radhiyallahu โanha berkata:
<< ูุงูุช ุฃูู ูู ุงูุคู ููู ุนูุงุฆูุดูุฉู ุฑูุถููู ุงูููููู ุนูููููุง: ููุงูู ููููููู ุนููููู ุงูุตููููู ู ู ููู ุฑูู ูุถูุงููุ ููู ูุง ุฃูุณูุชูุทููุนู ุฃููู ุฃูููุถููู ุฅููููุง ููู ุดูุนูุจูุงููุ ูุงู ุงูุฑูุงู: ุงูุดููุบููู ู ููู ุงููููุจูููู ุฃููู ุจูุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููููู ุนูููููู ููุณูููู ู >>
โAku pernah berhutang puasa Ramadhan dan aku tidak bisa mengqadha’nya kecuali pada bulan Syaโban.โ
Sang Perawi hadits berkata :
โKarena beliau sibuk dengan Nabi ๏ทบ atau bersama Nabi ๏ทบ.”
(HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 1950 )
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
“Dapat diambil faidah dari semangat beliau (Ibunda Aisyah) mengganti puasanya di bulan Syaโban, bahwa tidak diperbolehkan menunda qadhaโ (membayar hutang puasa) sampai masuknya bulan Ramadhan berikutnya.โ
[ Fathul Bari: IV/191 ]
Barangsiapa yang memiliki hutang puasa Ramadhan dan ia belum meng-qadhaโnya hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka:
Jika memang ada alasan (udzur) yang berkesinambungan di antara dua Ramadhan, maka ia wajib meng-qadhaโnya setelah Ramadhan kedua dan ia tidak berdosa asalkan ia tetap meng-qadhaโnya.
Misalnya, karena sakit yang berlanjut hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka ia tidak berdosa ketika menunda qadhaโnya. Karena ia memang dalam kondisi maโdzur (yang dimaklumi). Dan kewajibannya hanyalah qadhaโ puasa yang ia tinggalkan saja.
Namun jika ia meninggalkan qadha’ tanpa ada udzur, maka ia berdosa lantaran telah menunda-nunda di dalam meng- qadha’ puasanya tanpa alasan yang dibenarkan.
Ulama bersepakat bahwa ia tetap wajib meng-qadha’ puasanya, namun mereka berbeda pendapat apakah ia wajib membayar kafarat atas sikap menunda-nundanya ataukah tidak?
Sebagian ulama berpendapat ia wajib qadha’ dan memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ia tidak berpuasa. Ini adalah pendapat Syafiโi dan Ahmad. Ada pula atsar dari sejumlah sahabat yang berpendapat seperti ini.
Sebagian ulama lain berpendapat ia hanya wajib qadha’ dan tidak wajib memberi makan orang miskin. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu โUtsaimin rahimahullah.
[Lihat: al-Mughni karya Ibnu Qudamah (IV/400), al-Majmuโ karya Nawawi (VI/366), Latha’iful Maโarif (Hal: 134) dan Syarhul Mumtiโ karya Ibnu โUtsaimin (VI/445)]
- Bersambung ke Bag. 8/10 –
๐ Sumber : 32 Fa’dah fii Syahri Sya’ban Karya Syaikh Shalih al-Munajjid, penerbit: Majmu’ah Zad di bawah lisensi Syaikh Shalih al-Munajjid
Alih bahasa :
โ๏ธ@abinyasalma
๐ Silakan disebarluaskan untuk menambah manfaat, dengan tetap menyertakan sumber.
๐ฅ Al-Wasathiyah Wal-I’tidฤl
โ Telegram:ย https://t.me/alwasathiyah
๐ Blog : alwasathiyah.com
โ๐ซ Facebook : fb.com/wasathiyah
๐น Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
๐ท Instagram : instagram.com/alwasathiyah
๐ Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad