🇸🇪🇷🇮 🇫🇮🇶🇮🇭
BEKAL-BEKAL DI DALAM MENYAMBUT IDUL ADHA
(Bagian 7 – 9)
HUKUM AL-UDHHIYAH
Ada perbedaan pendapat di dalamnya. Namun, hukumnya menurut pendapat yang râjih adalah wajib bagi yang memiliki kemampuan, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
« من كان له سعة ولم يضحٌ فلا يقربن مصلانا »
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta) namun tidak mau berkurban, maka janganlah ia sekali-kali mendekati tempat sholât kami.”
(Shahih Ibnu Majah, No. 2532)
Segi pengambilan dalil adalah, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang orang yang memiliki kemampuan harta namun tidak mau berkurban untuk mendekati tempat shalat, hal ini menunjukkan bahwa dirinya telah meninggalkan sesuatu yang wajib hukumnya, seakan-akan tidak ada manfaatnya ia bertaqarrub kepada Allah dengan mengerjakan shalat namun ia meninggalkan kewajiban berkurban.
Dalil lainnya lagi adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dari Jundub bin Sufyan al-Bajali radhiallahu ‘anhu beliau berkata :
« شهدت النيب صلى الله عليه وسلم يوم النحر قال: من ذبح قبل أن يصلي فليعد مكا نها أخرى ومن لم يذبح فليذبح »
“Saya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada hari nahar bersabda : Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat (‘id) maka hendaklah ia menyembelih hewan lainnya sebagai gantinya, dan barangsiapa yang belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih.”
[muttafaq ‘alaihi]
Imam asy-Syaukani di dalam as-Sailul Jarrar (IV:44-45) menyatakan bahwa hadits di atas adalah hadits yang jelas menunjukkan akan wajibnya berkurban, apalagi ketika Nabi memerintahkan untuk mengulangi orang yang berkurban sebelum waktunya.
Namun jumhur ‘ulama` menjelaskan bahwa hukumnya adalah sunnah mu’akkadah, sebagaimana diterangkan di dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah. Di antara mereka yang berpendapat ini adalah as-Syafi’iyah dan al-Hanabilah, pendapat terkuat dari pendapat Malik dan salah satu riwayat dari Abu Yusuf. Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakr, ‘Umar, Bilal, Abi Mas’ud al-Badri, Suwaid bin Ghoflah, Sa’id bin al-Musayyib, ‘Atho’, ‘Alqomah, al-Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.
Mereka beristidlal dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
« إذا دخل العشر ، وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا من بشره شيئا »
“Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia menyentuh (mengambil) rambut dan kukunya sedikitpun.”
Sisi pendalilannya adalah ucapan Nabi (أحدكم وأراد) “jika kalian berkeinginan” yang menunjukkan hal ini diserahkan kepada kehendak. Apabila berkurban itu wajib, niscaya sabda Nabi akan menjadi : “Janganlah menyentuh rambutnya sedikit pun sampai berkurban dengannya.”
Di antara dalilnya pula adalah, bahwa Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, tidak berkurban pada satu atau dua tahun, dengan alasan khawatir manusia menganggapnya sebagai suatu kewajiban.
Perbuatan kedua orang yang mulia ini menunjukkan bahwa keduanya mengetahui bahwa Rasulullah tidak mewajibkannya, dan tidak pula ada seorang sahabat pun yang menyelisihi hal ini.
- Bersambung, Insyaa Allah –
📝Ditulis oleh @abinyasalma
ℳـ₰✍
✿❁࿐❁✿
@alwasathiyah
__
👥 Al-Wasathiyah Wal-I’tidāl
✉ TG : https://t.me/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
🇫 FB : fb.com/wasathiyah
📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 IG : instagram.com/alwasathiyah
🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad
📎 Sumber :
Book : Bekal-bekal di Dalam Menyambut Idul Adha
🔗 Silahkan disebarluaskan untuk menambah manfaat, dengan tetap menyertakan sumber.