Question Answer
BAGAIMANA HUKUMNYA MENGGABUNGKAN NIAT DALAM IBADAH ❓
Tanya
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz, bagaimana hukum nya menggabungkan puasa senin kamis dengan puasa ayyamul bidh?
jazakallahu khairan.
➖➖➖➖➖➖➖
Jawab
Wa’alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh
Masalah ini sebenarnya sudah beberapa kali dibahas. Namun untuk mengulangi faidah bagi yang sudah tahu dan menjelaskan kepada yang belum tahu, saya jelaskan kembali secara ringkas beberapa dhowâbith (batasan) dan qowâ`id nya di dalam hal ini.
▪1. Masalah menggabungkan niat dalam ibadah, di dalam ilmu fikh disebut dengan Tasyrîk an-Niyât (Menggabungkan niat) atau Tadâkhol an-Niyah.
▪2. Hukum menggabungkan niat menurut Syaikh Muslim bin Muhammad bin Mâjid ad-Dusarî (Dosen Fakultas Syariah di Univ Imam Ibnu Su’ud) ada 3 kondisi :
○ KONDISI PERTAMA : Menggabungkan niat dalam ibadah yang dapat membatalkan ibadah itu sendiri. Yaitu orang yang meniatkan sesuatu yang bukan bagian dari ibadah dengan ibadah, maka tidak mungkin bisa tadâkhul (saling bersatu). Misalnya seseorang yang niat berkurban karena Allâh dan selain Allâh, maka niat kurbannya batal dan ibadahnya menjadi haram.
○ KONDISI KEDUA : Menggabungkan niat yang tidak membatalkan niatnya maupun ibadahnya, seperti seseorang yang berniat suatu ibadah dengan ibadah lainnya yang memang memungkinkan tadâkhul. Seperti orang yang sholat 2 rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan qobliyah sholat wajib.
○ KONDISI KETIGA : Menggabungkan niat yang membatalkan salah satu ibadahnya, tidak kedua-duanya, karena niat di dalam kedua ibadah tersebut tidak bisa tadâkhul, seperti misalnya orang yang berniat puasa qodho Ramadhan digabungkan dengan niat puasa sunnah Syawal.
▪3. Kondisi kedua dan ketiga di atas, dijelaskan para ulama bahwa ibadah itu ada 2 macam :
A. Ibâdah al-Maqshûdah Lidzâtihâ : ibadah yang dituju secara dzat/esensinya, yaitu yang dimaksud oleh syariat secara khusus pengerjaannya (dan juga sebutannya) dan tidak sah jika dimasuki niat ibadah lainnya.
Ibadah seperti ini secara umum yang paling banyak, seperti sholat, puasa, haji, dll.
B. Ibâdah Ghoyru Maqshûdah Lidzâtihâ : ibadah yang tidak dituju secara dzatnya, yaitu ibadah yang tidak dimaksud oleh syariat secara khusus pengerjaannya sehingga bisa dimasuki niat ibadah lainnya. Seperti sholat tahiyatul masjid, dimana Nabi ﷺ hanya memerintahkan untuk sholat 2 rakaat ketika masuk masjid, maka boleh sholat sunnah ataupun sholat wajib itu sendiri (seperti sholat fajr). Intinya, saat masuk masjid sholat 2 rakaat. Demikian pula dengan sholat sunnah wudhu, Nabi ﷺ memerintakkan untuk sholat 2 rakaat setelah wudhu tanpa mengkhusukan jenis shalatnya.
Termasuk juga puasa 3 hari dalam sebulan, maka ini juga bersifat umum, boleh puasa pada ayyamul bidh, puasa senin kamis, puasa Dawud ataupun puasa mutlak (bebas). Yang penting puasa sebulan minimal 3 hari.
▪4. Ketika dalam satu ibadah berkumpul beberapa niat ibadah, ada beberapa kondisi :
– Terkumpulnya ibadah maqshûdah lidzâtihâ dengan maqshûdah lidzâtihâ, misal niat sholat wajib zhuhur dengan sholat sunnah qobliyah zhuhur, maka ini tidak boleh. Sholat zhuhurnya sah namun sholat qobliyahnya tidak sah (menurut pendapat sebagian ulama), bahkan menurut ulama lainnya kedua-duanya tidak sah.
– Terkumpulnya ibadah maqshûdah lidzâtihâ dengan ghoyru maqshûdah lidzâtihâ, misal niat sholat qobliyah zhuhur dengan sholat tahiyatul masjid dan sholat ba’da wudhu, maka ini boleh dan sah.
Contoh lainnya pula puasa sunnah 3 hari dalam sebulan bergabung niat dengan puasa hari Senin, juga sah dan boleh.
– Terkumpulnya ibadah ghoyru maqshûdah lidzâtihâ dengan ghoyru maqshûdah lidzâtihâ, misal niat sholat tahiyatul masjid dengan sholat mutlak wudhu. Ini juga sah dan boleh.
▪5. Meski dalam beberapa kondisi diperbolehkan untuk menggabungkan niat beberapa ibadah dalam satu ibadah, sekaan seperti satu kayuh beberapa pulau terlampaui, namun secara asal hendaknya ibadah itu dikerjakan dengan niat masing-masing dan ini lebih utama.
Di dalam kaidah disebutkan : Mâ kâna aktsaru fi’lan kâna aktsaru fadhlan (semakin banyak amalannya maka semakin besar keutamaannya), asalkan tetap memenuhi syarat ibadah yaitu IKHLAS dan MUTÂBA’AH (Mencontoh Nabi ﷺ).
Maka dengan demikian, apabila kita hendak melakukan ibadah sunnah jika memungkinkan masing-masing, seperti misal puasa Senin Kamis sendiri, puasa ayyamul bidh sendiri dst. Kecuali apabila terjadi bersamaan, misal puasa Senin Kamis jatuh pada hari ayyamul bidh.
Semoga bisa difahami.
Wallâhu a’lam.
✍@abinyasalma
______________________
👥 Grup WhatsApp Al-Wasathiyah Wal-I’tidāl
✉ Telegram: https://bit.ly/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
🇫 Facebook : fb.com/wasathiyah
📹 Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 Instagram : instagram.com/alwasathiyah
🔊 Mixlr : mixlr.com/abusalmamuhammad